Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya Hukum Luar Biasa

 Aksara Hukum - Upaya hukum luar biasa terdiri atas kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung dan peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Pada akan dijelaskan mengenai kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.

Pengertian Upaya Hukum

Dalam bahasa Belanda, upaya hukum disebut gewone rechtsmidellin. Menurut Pasal 1 angka 12 KUHAP, pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal  serta menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini.[1]
 

Tujuan upaya hukum

Tujuan upaya hukum menurut Lilik Mulyadi adalah:
  1. Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi sebelumnya.
  2. Untuk kesatuan dalam peradilan.[2]
 
Adapun menurut Joko Prakoso, tujuan upaya hukum adalah:
  1. Diperolehnya kesatuan dan kepastian hukum dalam menjalankan peradilan (operasi yustisi).
  2. Melindungi tersangka terhadap tindakan-tindakan yang bersifat sewenang-wenang dari hakim.
  3. Memperbaiki kealpaan-kealpaan dalam menjalanka peradilan.
  4. Usaha dari pihak terdakwa maupun jaksa dalam memberikan keterangan-keterangan baru (novum).[3]
 

Macam-Macam Upaya Hukum

Dalam KUHAP, upaya hukum terbagi atas dua macam yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.

Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa diatur dalam Pasal 233-258 KUHAP yang terbagi atas upaya hukum banding dan upaya hukum kasasi.[4] Ada juga yang mengatakan perlawanan (verzet) termasuk dalam upaya hukum biasa).[5]

Perlawanan (Verzet)

Perlawanan atau verzet  hanya dapat dilakukan terhadap hal:
  1. Perkara yang dilimpahkan ke pengadilan dan belum ditunjuk majelis hakim yang akan menanganinya (bukan pokok perkara)
  2. Putusan pengadilan dalam perkara pemeriksaan cepat di mana putusan tersebut berupa pidana perampasan kemerdekaan.
  3. Putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa di mana putusan tersebut berupa pidana perampasan kemerdekaan.
  4. Keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan/atau penasihat hukum dibenarkan oleh majelis hakim dengan bentuk penetapan atau putusan sela. Penuntut umum berhak mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri (Pasal 156 ayat (3) KUHAP).[6]
 

Banding (Revisi)

Upaya hukum banding diatur dalam Pasal 233-243 KUHAP.
 
Menurut  J. T. C. Simorangkir, banding adalah suatu alat hukum (rechtsniddel) yang merupakan hak terdakwa dan hak penuntu umum untuk memohon, supaya putusan pengadilan negeri diperiksa kembali oleh pengadilan tinggi.[7]
 

Kasasi

Upaya hukum kasasi diatur dalam Pasal 244-258 KUHAP.
 
Menurut Wirjono Prodjodikoro, kasasi adalah pembatalan, yaitu suatu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawasan tertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain.[8]

Upaya Hukum Luar Biasa (Buitengewone Rechtsmiddelen)

Upaya hukum luar biasa diatur dalam Pasal 259-269 KUHAP, yang terbagi atas kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali (PK).[9]
 
Upaya hukum luar biasa hanya dapat dilakukan apabila putusan hakim telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.[10] Hal yang membedakan upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa terletak pada apakah putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde) atau tidak.[11]
 

Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pasal 259 KUHAP ayat (1) :
Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.[12]

 
Pasal 259 KUHAP ayat (2) :
Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.[13]

 
Berbeda dengan kasasi sebagai bagian dari upaya hukum biasa yang dapat diajukan oleh kedua belah pihak yaitu terdakwa dan jaksa, kecuali terhadap putusan bebas, dalam hal kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung.[14]
 
Menurut Eddy O. S. Hiariej, putusan kasasi demi kepentingan hukum sebenarnya adalah hal-hal yang bersifat administrasi, oleh sebab itu putusannya tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan (terpidana).[15]
 
Kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung, dimaksudkan untuk membuka kemungkinan berubahan atas putusan pengadilan di bawah Mahkamah Agung, yang dirasakan kurang tepat oleh Jaksa Agung, dengan kata lain putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri atau pengadilan tinggi terlalu berat yang tidak sesuai dengan tuntutan penuntut umum.[16]
 

Peninjauan Kembali (Herziening)

Menurut J. C. T. Simorangkir, peninjauan kembali (herziening) adalah peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.[17]
 
Jika kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung, maka peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya.
 
Pasal 263 ayat (1) :
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.[18]

 
Pasal 263 ayat (2) :
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar[19] :
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya kan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
 
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
 
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

 
Istilah peninjaun kembali dalam perkara pidana adalh herziening sedang dalam perkara perdata digunakan istilah request civil. Rusli Muhammad mengatakan bahwa peninjauan kembali adalah upaya hukum yang dipakai untuk memperoleh penarikan kembali atau perubahan terhadap putusan hakim yang pada umumnya tidak dapat diganggu gugat.[20]
 
Berbeda dengan banding dan kasasi peninjauan kembali tidak mengenal batas waktu sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 264 ayat (3) KUHAP. Hal ini menunjukan bahwa pertimbangan keadilan lebih didepankan dalam upaya hukum ini dibandingkan pertimbangan kepastian hukum.[21]
 
Demikianlah pembahasan mengenai upaya hukum luar biasa yang terdiri atas upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum dan upaya hukum peninjauan kembali.

[1] Lihat Pasal 1 angka 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[2] Erdianto Effendi, Hukum Acara Pidana Perspektif KUHAP dan Peraturan Lainnya, Refika Aditama, Bandung: 2021, hlm. 228.
[3] Ibid.
[4] Lihat Pasal 233-258 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[5] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 228.
[6] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 230.
[7] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana Prenadanedia Group, Jakarta:2014, hlm. 270.
[8] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.cit, hlm. 279.
[9] Lihat Pasal 259-269 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[10] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.cit, hlm. 287.
[11] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 242.
[12] Lihat Pasal 259 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[13] Lihat Pasal 259 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[14] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 242.
[15] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 243.
[16] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.cit, hlm. 288.
[17] Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.cit, hlm. 290.
[18] Lihat Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[19] Lihat Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[20] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 244.
[21] Erdianto Effendi, Op.cit, hlm. 244.

Marinus Lase
Marinus Lase Hai saya Marinus!

Post a Comment for "Upaya Hukum Luar Biasa"