Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembahasan Hukum Pidana


Aksara Hukum

Pada artikel di bawah ini akan dibahas mengenai materi-materi hukum pidana, dimana hukum pidana sebagai salah satu hukum publik yang bersifat ultimum remedium. Pada pembahasannya akan di uraikan secara sederhana sehingga akan memudahkan para pembaca.


Hukum Pidana sendiri adalah hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang serta memuat sanksi pidana yang mana ditegakkan melalui hukum acara pidana. Di Indonesia aturan umum mengenai hukum pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan warisan dari Hindia Belanda.


Maka di bawah ini akan di uraikan sejacara jelas terkait materi-materi hukum pidana sehingga memudahkan pembaca ketika mencari materi tentang hukum pidana.

Pengertian Hukum Pidana

Mungkin di antara para pembaca artikel ini masih belum tahu apa definisi atau pengertian hukum pidana hukum. Hukum pidana adalah suatu ketentuan-ketentuan yang memuat sanksi-sanki pidana, yang mana sanksi tersebut akan dikenakan kepada orang yang dapat bertanggung jawab atas perbuatannya serta sanksi tersebut dipaksakan keberlakuannya oleh negara.


Menurut beberapa para ahli sendiri memberikan pengertian hukum pidana sebagai berikut:

Pompe “suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyaknya bersifat umum yang terdiri dari keadaan konkret, abstrak dan aturan-aturan (gewoonlijk opgevat als een geheel van min of meer algemene, van de concrete omstandigheden abstraherende, regels”(Eddy O.S Hiariej, 2016:15). 


Mr. W.F.C. van Hattum merusmuskan hukum pidana positif sebagai berikut “het samenstel van de beginselen en regelen, welke de Staat of eenige andere openbare rechtsgemeeschap volgt, in zoover hij als handhaver der openbare rechtsorde, onrecht verbiedt en aan zijner voorschriften voor den over den overtreder een bijzonder leed als straf verbindt”.


Yang artinya “suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, di mana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yan g bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman” (P. A. F. Lamintang-F. T. Lamintang, 2014, 2-3).

Ketentuan Yang Diatur Dalam Hukum Pidana 

Ketentuan yang diatur dalam hukum pidana adalah tentang perbuatan-perbuatan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri dari Buku I berupa ketentuan umum, Buku II berupa Kejahatan dan Buku III berupa ketentuan pelanggaran. Selain itu hukum pidana juga tersebar dari peraturan atau kentuan khusus yang memuat sanksi pidana atau dikenal dengan Hukum Pidana Khusus.

Tujuan Hukum Pidana

Tujuan hukum pidana dapat terlihat dalam aliraaliran hukum pidana, aliram hukum pidan terbagi dua yaitu:

Aliran Klasik

Aliran klasik dalam hukum pidana berpijak pada tiga tiang. Pertama, asas legalitas yang menyatakan bahwa tidak ada pidana tanpa undang-undang, tidak ada perbuatan pidana tanpa undang- undang dan tidak ada penuntutan tanpa undang-undang. 


Kedua, asas kesalahan yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang dilakukannya dengan sengaja atau kesalahan. 


Ketiga atau yang terakhir adalah asas pembalasan yang sekuler yang berisi bahwa pidana secara konkret tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai sesuatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat-ringannya perbuatan yang dilakukan (Eddy O.S Hiariej, 2016:29).

Aliran Modern

Berbeda dengan aliran klasik dalam hukum pidana yang bertujuan untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenangwenangan, aliran modern dalam hukum pidana bertujuan melindungi masyarakat dari kejahatan. 


Tujuan ini berpegang pada postulat le salut dupeopleestlasupremeloi yang berarti hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat. Aliran modern juga disebut aliran positif karena mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dengan maksud mempengaruhi pelaku kejahatan secara positif sejauh dapat diperbaiki. 


Jika aliran klasik menghendaki hukum pidana perbuatan atau daad-strafrecht, maka aliran modern menghendaki hukum pidana yang berorientasi pada pelaku atau dader-strafrecht. Aliran modern dalam hukum pidana didasarkan pada tiga pijakan. Pertama, memerangi kejahatan. Kedua, memperhatikan ilmu lain. Ketiga, ultimum remidium (Eddy O.S Hiariej, 2016:31).

Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana bersal dari bahasa Belanda yaitu strafbaar feit. Feit itu sendiri berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedangkan strafbaar berati “dapat dihukum “ hingga secara harfiah stafbar feit dapat dia rtikan sebgai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.


Oleh karena itu timbul berbagai pendapat di dalam doktrin tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Hazewinkel-Suringa merumuskan secara umum strafbaar feit yaitu “suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah di tolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. (P. A. F. Lamintang-F. T. Lamintang, 2014, 179-180)

Contoh Tindak Pidana Kejahatan

Dalam KUHP dibedakan dua macam tindak pidana, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Pada umumnya sanksi atau hukuman yang diterapkan pada kejahatan lebih berat daripada sanksi yang diterapkan pada pelanggaran.

Untuk tindak pidana kejahatan dapat kita jumpai dalam Buku Kedua KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mulai dari Pasal 104 sampai Pasal 488, Seperti Makar (104 KUHP), Penadahan (480 KUHP), Pencurian (362 KUHP), Penganiayaan (351 KUHP), Penipuan (378KUHP),dll.

Contoh Tindak Pidana Pelanggaran

Tindak pidana pelanggaran dapat kita jumpai dalam Buku Ketiga KUHP mulai dari Pasal Pasal 489 sampai Pasal 569.


Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu proses penilaian apakah seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat diberikan pidana. Seperti diketahui bahwa dalam rumusan tindak pidana dalam KUHP tidak membedakan antara perbuatan (actus reus) atau syarat objektif dan niat/kesalahan (mens rea) syarat subjektif.


Dalam pertanggungjawaban pidana yang menjadi titik sentralnya adalah apakah seseorang tersebut memiliki kesalahan atas perbuatan yang telah ia lakukan. Apabila unsur kesalahannya tidak terbukti maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana.


Berbicara pertanggungjawaban pidana tidak lepas dari asas tidak tertulis dalam KUHP yaitu geen straf zonder schuld yang artinya seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan. Jika perbuatan pidana asas utamanya adalah asas legalitas, maka dalam pertanggungjawan pidana dikenal asas tiada pidana tanpa kesalahan.

Pidana

Secara sederhana pidana dapat kita artikan sebagai suatu hukuman atau sanksi yang diberikan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Dalam KUHP Pasal 10 membagi pidana atas pidana pokok atau hukuman pokok dan pidana tambahan atau hukuman tambahan. Pidana  atau hukuman pokok yang terdiridari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Sementara pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Hukum Acara Pidana

Menurut Moelyatno,pengertian hukum acara pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan/mempertahankan hukum pidana meteril. Jadi hukum acara pidana adalah hukum formil yang mengatur tetang cara menegakkan hukum pidana materil.

Marinus Lase
Marinus Lase Hai saya Marinus!

Post a Comment for "Pembahasan Hukum Pidana"