Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teori Peraturan Perundang-undangan (Hierarki Peraturan Perundang-Undangan)

Teori Perundang-undangan

Aksara Hukum - Pada postingan ini Aksara Hukum akan membahas mengenai Teori Perudang-udangan atau juga dikenal dengan Teori Peraturan Perundang-Undangan. Yang mana teori ini menjadi landasan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Pengertian Teori Perundang-undangan

Pembentukan peraturan perundang-undanagan (legislasi) menjadi salah satu kunci dalam terjaminya hak-hak warga negara yang merupakan bagian dari HAM. 

Ilmu pengetahuan perundang-undangan secara umum terjemahan dari gesetzgebungswissenschaft adalah suatu cabang ilmu baru, yang mula-mula berkembang di Eropa Barat, terutama di Negara-negara yang berbahasa Jerman. Istilah lain yang juga sering dipakai adalah Wergevingswetenschap, atau dalam bahasa Inggris yakni science of legislation. 

Dalam bahasa Belanda, dikenal istilah wet,wetgeving, wettelijke regels atau wettelijke regeling(en) istilah wet sendiri dibedakan antara wet in formele zin (undang-undang dalam arti formal) dan wet in materieie zin (undang-undang dalam arti material). Istilah perundang-undangan dan peraturan perundangundangan berasal dari Istilah wettelijke regels. 

Krems membagi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Geselzgebungswissenschaft) ke dalam Teori Perundang-undangan (Geselzgebungstheorie) dan Ilmu Perundang-undangan (Gesetzgebungslehre). Yang pertama berorientasi kepada mencari kejelasan dan kejernihan pengertian-perigertian (erkarungsorientiert) dan yang kedua berorientasi kepada melakukan perbuatan (handiungsorientiert); yang pertama bersifat kognitif dan yang kedua normatif.  

Fungsi peraturan perundang-undangan

Bagir Manan mengemukakan tentang Fungsi peraturan perundang-undangan yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal.

a. Fungsi Internal

Fungsi ini lebih berkaitan dengan keberadaan peraturan perundangundangan dimaksud dalam sistem hukum. Secara internal peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi sebagai berikut:

  1. Fungsi penciptaan hukum (rechts chepping)
  2. Fungsi Pembaharuan hukum
  3. Fungsi Integrasi
  4. Fungsi Kepastian hukum

b. Fungsi Eksternal

  1. Fungsi Perubahan
  2. Fungsi Stabilitasi
  3. Fungsi Kemudahan 

Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi;
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 

Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Menurut Hans Nawiaski

Hans Nawiaski mengatakan bahwa setidaknya ada empat (4) norma hukum, yang tersusun secara berlapis dan berjenjang, yang ada di setiap negara (walau namanya berbeda tiap negara) termasuk di Indonesia, yakni:

1. Staatsfundamentalnorm atau Norma Fundamental 

Negara merupakan norma hukum yang tertinggi dan merupaka kelompok pertama dalam hierarki norma hukum negara. Bersifat presupposed dan axiomatis. Staatsfundamentalnorm merupakan landasan filosofis bagi pengaturan lebih lanjut penyelenggaraan negara serta menjadi sumber dan dasar bagi pembentukan peraturan-peraturan dibawahnya (khususnya Staatsgrundgesetz). Contoh norma ini di Indonesia adalah Pancasila yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945.

2. Staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar Negara 

Merupakan kelompok norma hukum yang bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat general dan garis besar, sehingga masih merupakan norma hukum tunggal. Staatsgrundgesetz berisi aturan mengenai pembagian kekuasaan negara dan aturan mengenai hubungan antara negara dan warga negara, serta menjadi sumber dan dasar bagi pembentukan Formell Gesetz. Contoh norma ini di Indonesia adalah Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.

3. Formell Gesetz 

Merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci, serta sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Formell Gesetz merupakan produk dari kewenangan legislatif yang dapat berbentuk atas norma hukum tunggal maupun berpasangan serta merupakan sumber dan dasar dari pembentukan Verordnung & Autonome Satzung. Contoh dari norma ini adalah Undang-Undang.

4. Verordnung 

Adalah peraturan pelaksana & Autonome Satzung adalah peraturan otonom. Kedua peraturan ini terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan dari undangundang. Contoh dari norma Verordnung adalah Peraturan Pemerintah, sedangkan norma Autonome Satzung adalah perda dan sebagainya. 

Pengertian Peraturan Perundang-Undangan

Pasal 1 angka (1) dan (2) UU P3 memberikan Pengertian tentang Peraturan Perundang-Undangan yaitu:

  1. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah pembuata Peraturan Perundang-Undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
  2. Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk dan ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan. 

Peraturan Perundang-undangan diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Berdasarkan kewenangan berarti bahwa penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 

Dalam hal suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan dibawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. 

Secara teori perundang-undangan, pencabutan peraturan perundang-undangan dapat debedakan menjadi dua :

  1. Pencabutan dengan penggantian
  2. Pencabutan tanpa penggantian 

Suatu perundang-undangan menghasilkan peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas;
  2. Bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk kongkritnya. Oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja;
  3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali. 

Asas Peraturan Perundang-undangan

Asas hukum (rechtsbeginselen) adalah dasar-dasar yang menjadi sumber pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum dari masyarakat. Hans Kelsen  menyebutnya Urprungnorm atau grundnorm. Urprung artinya asal atau asli. Sedangkan grundnorm adalah norma dasar atau kaedah dasar. 

Asas-asas hukum yang diperlukan bagi pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dibedakan kedalam:

  1. Asas hukum yang menentukan politik hukum;
  2. Asas hukum yang menyangkut proses pembentukan peraturan perundang-undangan (proses legislasi);
  3. Asas hukum yang menyangkut aspek-aspek formal/struktural/organisatoris dari tata hukum nasional;
  4. Asas hukum yang menentukan ciri dan jiwa tata hukum nasional;
  5. Asas hukum yang menyengkut subtansi peraturan perundang-undanangan. 

Tentang berlakunya suatu peraturan perundang-undangan menurut Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto dikenal beberapa azas antara lain : 

  1. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut; 
  2. Peraturan perundang-undangan dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula; 
  3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan Peraturan perndang-undangan yang bersifat umum (Lex Specialis derogat lex generalis); 
  4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori); 
  5. Peraturan perndang-undangan tidak dapat diganggu gugat; 
  6. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spirituil dan materiel bagi masyarakat maupun individu melalui pembaharuan atau pelestarian. 

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

a. Materi Muatan Konstitusi

Sebuah konstitusi sejati mencantumkan keterangan-keterangan jelas mengenai hal-hal berikut: pertama, cara pengaturan berbagai jenis institusi-institusi tersebut; kedua, jenis kekuasaan yang dipercayakan kepada institusi-institusi tersebut; dan ketiga, dengan cara bagaimana kekuasaan tersebut dilaksanakan.  Maka untuk mengatur hal tersebut deperlukannya aturan pelaksana dari konstitusi tersebut yaitu UU/Perpu, PP, Pepres,Perda hingga Perdes.

Menurut K.C.Wheare bahwa UUD sebagai suatu aturan hukum mengatur/berisi aturan-aturan negara yang mengatur tentang :

  1. Susunan (structure) pemerintahan, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif;
  2. Hubungan timbal balik (mutual relation ) antara alat-alat perlengkapan negara;
  3. Hubungan antara alat-alat perlengkapan negara dengan masyarakat (community), agar hak –hak masyarakat dan warga negara tidak dilanggar;
  4. The quarantes of citizen. 

b. Materi muatan UU dan Perpu

Materi muatan UU berisi hal-hal yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD NRI Tahun 1945, yang meliputi: hak-hak asasi manusia; hak dan kewajiban warga negara; pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan; serta keuangan negara. Selain itu materi muatan UU dapat berisi hal-halyang diperintahkan oleh suatu UU untuk diatur dengan UU.  

Berdasarkan UU 12/2011  Pasal 10 menyebutkan bahwa “ Materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi: 

  1. pengaturan  lebih lanjut mengenai ketentuan Undang  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
  2. perintah suatu Undang Undang untuk diatur dengan Undang –Undang ; 
  3. Pengesahan perrjanjian  internasional tertentu; 
  4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau; e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat”.

Dalam jenis dan Hierarki peraturan perundang-undangan di indonesia, kedudukan Perpu sama derajatnya (sejajar) dengan undang-undang (UU). Sehingga materi muaran Perpu adalah sama dengan materi muatan UU, Namun berbeda dalam hal proses pembentukannya. Perpu merupakan inisiasi Presiden dan dikeluarkan dengan syarat adanay hal ikhwal kepentinganyng memaksa. 

c. Mareri Muaran Perpres

Materi muatan Peraturan Presiden ( Perpres berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.  Hal ini telah diataur dalam Pasal 13 UU No. 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undanagn.

Materi muatan Peraturan daerah (Perda) yaitu “materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang undangan yang lebih tinggi”. 

Materi Muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi muatan dalarn rangka penyelenggaraan pemerintah desa, pembangunan desa dan Pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Referensi:

  1. Nurrahman Aji Utomo, dan Ekawestari Prajwalita Widiati, Menjelaskan Legislasi Berbasis HAM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta: 2016, hlm. 1.
  2. Roy Marthen Moonti, Ilmu Perundang-Undangan, Keretakupa, Makasar: 2017, hlm, 12.
  3. Syihabudin, “Kajian terhadap Jenis dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Indonesia” Artikel Pada Jurnal Hukum, Universitas Islam Indonesia,  No. 23 Vol. 10. Mei, 2003 hlm. 49.
  4. A. Hamid S. Attamimi, “Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Gesetzgebungswissenchaft) dan Pengembangan Pengajaran-nya di Fakultas Hukum” Artikel Pada Jurnal Hukum dan Pembangunan, Universitas Indonesia, Vol. 20, No. 1, 2018, hlm. 4. 
  5. Jalaluddin, “Hakikat dan Fungsi Peraturan Perundang-undangan Sebagai Batu Uji Kritis Terhadap Gagasan Pembentukan Perda yang Baik”, Artikel Pada Aktualita, Vol.6, No.3, Universitas Tadulako, hlm. 9.
  6. Zaka Firma Aditya dan M. Reza Winata, “Rekonstruksi Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia” Artikel Pada Negara Hukum, Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Vol.9, No.1, Juni 2018, hlm. 81.
  7. Arifin, Eksistensi Peraturan Daerah dalam Sistem Hukum Nasional dan Implementasinya Terhadap Otonomi Daerah” Artikel Pada Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 1, Vol.3, 2015, Universitas Tadulako, hlm. 4. 
  8. A. Sakti Ramdhon Syah R, Perundang-undangan Indonesia Kajian Mengenai Ilmu dan Teori Perundang-Undangan serta Pembentukannya, Cv. Social Politic Genius, Makasar: 2020, hlm. 12.
  9. Badriyah Khaleed, Legislative Drafting Teori dan Praktik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Medpress Digital, Yogyakarta: 2014, hlm. 9.
  10. Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius, Jakaarta:2018, hlm. 174-176.
  11. Lauriensius Arliman S, Ilmu Perundang-undangan yang Baik untuk Negara Indonesia, Deepublish, Yogyakarta: 2019, hlm. 12.
  12. Dayanto,  Peraturan Perundang-undandangan Di Indonesia Konsep dan Teknik Pembentukannya berbasis Good Legislation, Deepublish, Yogyakarta : 2018, hlm. 23.
  13. Rizki Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2013, hlm. 27.
  14. Bustanuddin , “Analisis Fungsi Penjelasan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ” Artikel Pada Jurnal Imu Hukum, Universitas Jambi, Vol.6 No.7, 2013 , hlm. 85-86.
  15. C.F  Strong Penerjemah Derta sri Widowatie, Modern Political Constitutions Konstitusi-konstitusi Politik Modern Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk, Nusa Media, Bandung: 2011, hlm. 15.
  16. Made Nurmawati dan I Gde Marhaendra Wija Atmaja, Pengembangan Mata Kuliah Hukum Perundang-undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar: 2017, hlm. 38-39.
  17. Ahmad Yani, Pembentukan Undang-undang & Perda, Rajawali Press, Jakarta: 2011, hlm. 11.
  18. Dian Kus Pratiwi, “Implikasi Yuridis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia” Artikel Pada Padjadjaran Journal of Law, Universitas Padjadjaran, Vol.4 No.2, 2017, hlm. 284.
  19. Maria Farida S, Laporan Bidang Hukum Perundang-Undangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Badan Pembinaan Hukum Nasional Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Jakarta: 2008, hlm. 56.
  20. Joko Martono, et. al., “Evaluasi Peraturan Daerah  Kabupaten Kubu Raya Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten kubu Raya” Artikel Pada Jurnal Hukum Media Bhakti, Vol. 1, No. 2, Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti, 2017,  hlm. 124.
  21. Heny Setyowati “Kedudukan Peraturan desa Sebelum dan Setelah Lahirnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa” Tesis, Program Pascasarjana Universitas  Islam Indonesia, Yogyakarta, 2014, hlm 4.

Marinus Lase
Marinus Lase Hai saya Marinus!

Post a Comment for "Teori Peraturan Perundang-undangan (Hierarki Peraturan Perundang-Undangan)"